Thursday, February 4, 2010

Tutuplah Aib Saudaramu

Penulis: al-Ustadzah Ummu Ishaq al-Atsariyyah

Editor: Ummu Sofiyyah Raja Nur Hidayah


Saudariku muslimah…


Bagi kebanyakan kaum wanita, ibu-ibu ataupun remaja puteri, mengumpat membicarakan aib, cacat, atau cela yang ada pada orang lain bukanlah perkara yang besar. Bahkan di mata mereka terasa remeh, ringan dan begitu mudah terpancul dari lisan. Seolah-olah percakapan tidak seronok bila tidak membicarakan kekurangan orang lain. “Si Fulanah begini dan begitu…”. “Si ‘Alanah orangnya suka ini dan itu…”. Ketika asyik membicarakan kekurangan orang lain seakan lupa dengan diri sendiri. Seolah diri sendiri sempurna tiada cacat dan cela. Ibarat kata pepatah, “Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tiada tampak.”


Perbuatan seperti ini selain tidak patut/tidak baik menurut perasaan dan akal sihat kita, ternyata syariat yang mulia pun mengharamkannya bahkan menekankan untuk melakukan yang sebaliknya iaitu menutup dan merahsiakan aib orang lain.


Ketahuilah wahai saudariku, siapa yang suka menceritakan kekurangan dan kesalahan orang lain, maka dirinya pun tidak aman untuk diceritakan oleh orang lain. Seorang ulama salaf berkata, “Aku mendapati orang-orang yang tidak memiliki cacat/cela, lalu mereka membicarakan aib manusia maka manusia pun menceritakan aib-aib mereka. Aku dapati pula orang-orang yang memiliki aib namun mereka menahan diri dari membicarakan aib manusia yang lain, maka manusia pun melupakan aib mereka.”1


Tahukah engkau bahawa manusia itu terbahagi dua:


Pertama: Seseorang yang tertutup keadaannya, tidak pernah sedikitpun diketahui berbuat maksiat. Bila orang seperti ini tergelincir dalam kesalahan maka tidak boleh menyingkap dan menceritakannya, kerana hal itu termasuk ghibah (mengumpat) yang diharamkan. Perbuatan demikian juga bererti menyebarkan kejelekan di kalangan orang-orang yang beriman. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِيْنَ يُحِبُّوْنَ أَنْ تَشِيْعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِيْنَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ

Sesungguhnya orang-orang yang menyenangi tersebarnya perbuatan keji2 di kalangan orang-orang beriman, mereka memperoleh azab yang pedih di dunia dan di akhirat…. [Surah an-Nur: 19]


Kedua: Seorang yang terkenal suka berbuat maksiat dengan terang-terangan, tanpa malu-malu, tidak peduli dengan pandangan dan ucapan orang lain. Maka membicarakan orang seperti ini bukanlah ghibah (mengumpat). Bahkan harus diterangkan keadaannya kepada manusia hingga mereka berhati-hati dari kejelekannya. Kerana bila orang seperti ini ditutup-tutupi kejelekannya, dia akan semakin bernafsu untuk berbuat kerosakan, melakukan keharaman dan membuat orang lain berani untuk mengikuti perbuatannya3.


Saudariku muslimah…


Engkau mungkin pernah mendengar hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:


مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فيِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ


Siapa yang melepaskan dari seorang mukmin satu kesusahan yang sangat dari kesusahan dunia nescaya Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan dari kesusahan di hari kiamat. Siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan nescaya Allah akan memudahkannya di dunia dan nanti di akhirat. Siapa yang menutup aib seorang muslim nescaya Allah akan menutup aibnya di dunia dan kelak di akhirat. Dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu menolong saudaranya….” [HR. Muslim no. 2699]


Bila demikian, engkau telah tahu keutamaan orang yang suka menutup aib saudaranya sesama muslim yang memang menjaga kehormatan dirinya, tidak dikenal suka berbuat maksiat namun sebaliknya di tengah manusia dia dikenal sebagai orang baik-baik dan terhormat. Siapa yang menutup aib seorang muslim yang demikian keadaannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menutup aibnya di dunia dan kelak di akhirat.


Namun bila di sana ada kemaslahatan atau kebaikan yang hendak dituju dan bila menutupnya akan menambah kejelekan, maka tidak apa-apa bahkan wajib menyampaikan perbuatan jelek/aib/cela yang dilakukan seseorang kepada orang lain yang boleh memberinya hukuman. Jika dia seorang isteri maka disampaikan kepada suaminya. Jika dia seorang anak maka disampaikan kepada ayahnya. Jika dia seorang guru di sebuah sekolah maka disampaikan kepada mudir-nya (pengurus sekolah). Demikian seterusnya4.


Yang perlu diingat, wahai saudariku, diri kita ini penuh dengan kekurangan, aib, cacat, dan cela. Maka sibukkan diri ini untuk memeriksa dan menghitung aib sendiri, nescaya hal itu sudah menghabiskan waktu tanpa sempat memikirkan dan mencari tahu aib orang lain. Lagi pula, orang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain untuk dikupas dan dibicarakan di hadapan manusia, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membalasnya dengan membongkar aibnya walaupun dia berada di dalam rumahnya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Barzah Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ اْلإِيْمَانُ قَلْبَهُ، لاَ تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِيْنَ، وَلاَ تَتَّبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَوْرَاتِهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ

Wahai sekalian orang yang beriman dengan lisannya dan iman itu belum masuk ke dalam hatinya5. Janganlah kalian mengumpat kaum muslimin dan jangan mencari-cari/mengintai aurat6 mereka. Kerana orang yang suka mencari-cari aurat kaum muslimin, Allah akan mencari-cari auratnya. Dan siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah, niscaya Allah akan membongkarnya di dalam rumahnya (walaupun ia tersembunyi dari manusia).” [HR. Ahmad 4/420, 421,424 dan Abu Dawud no. 4880. Kata Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud: “Hasan shahih.”]


Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma menyampaikan hadits yang sama, dia berkata, “Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam naik ke atas mimbar, lalu menyeru dengan suara yang tinggi:

يَا مَعْشَرَ مَنْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ اْلإِيْمَانُ إِلَى قَلْبِهِ، لاَ تُؤْذُو الْمُسْلِمِيْنَ، وَلاَ تُعَيِّرُوْهُمْ، وَلاَ تَتَّبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ، يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ رَحْلِهِ

Wahai sekalian orang yang mengaku islam dengan lisannya dan iman itu belum sampai ke dalam hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin, janganlah menjelekkan mereka, jangan mencari-cari aurat mereka. Kerana orang yang suka mencari-cari aurat saudaranya sesema muslim, Allah akan mencari-cari auratnya. Dan siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah, nescaya Allah akan membongkarnya walau ia berada di tengah tempat tinggalnya. [HR. at-Tirmidzi no. 2032, dihasankan Asy-Syaikh Muqbil rahimahullahu dalam Ash-Shahihul Musnad Mimma Laisa fish Shahihain, hadits no. 725, 1/581]


Dari hadits di atas tergambar pada kita betapa besarnya kehormatan seorang muslim. Sampai-sampai ketika suatu hari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma memandang ke Ka’bah, dia berkata:

مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ، وَالْمُؤْمِنُ أَعْظَمَ حُرْمَةً عِنْدَ اللهِ مِنْكِ

Alangkah agungnya engkau dan besarnya kehormatanmu. Namun seorang mukmin lebih besar lagi kehormatannya di sisi Allah darimu.”7


Kerana itu saudariku…


Tutuplah cela yang ada pada dirimu dengan menutup cela yang ada pada saudaramu yang memang patut ditutup. Dengan engkau menutup cela saudaramu, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menutup celamu di dunia dan kelak di akhirat. Siapa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala tutup celanya di dunianya, di hari akhir nanti Allah Subhanahu wa Ta’ala pun akan menutup celanya sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَسْتُرُ اللهُ عَلَى عَبْدٍ فِي الدُّنْيَا إِلاَّ سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Tidaklah Allah menutup aib seorang hamba di dunia melainkan nanti di hari kiamat Allah juga akan menutup aibnya8.” [HR. Muslim no. 6537]


Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.


Catatan kaki:


1 Jami’ul Ulum Wal Hikam (2/291).
2 Baik seseorang yang disebarkan kejelekannya itu benar-benar terjatuh dalam perbuatan tersebut ataupun sekedar tuduhan yang tidak benar.
3 Jami’ul Ulum Wal Hikam (2/293), Syarhul Arba’in Ibnu Daqiqil Ied (hal. 120), Qawa’id wa Fawa`id minal Arba’in An-Nawawiyyah, (hal. 312).
4 Syarhul Arba’in An-Nawawiyyah, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin (hal. 390-391).
5 Yakni lisannya menyatakan keimanan namun iman itu belum tertancap di dalam hatinya.
6 Yang dimaksud dengan aurat di sini adalah aib/cacat atau cela dan kejelekan. Dilarang mencari-cari kejelekan seorang muslim untuk kemudian diungkapkan kepada manusia. [Tuhfatul Ahwadzi]
7 Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi no. 2032
8 Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullahu berkata: “Tentang ditutupnya aib si hamba di hari kiamat, ada dua kemungkinan. Pertama: Allah akan menutup kemaksiatan dan aibnya dengan tidak mengumumkannya kepada orang-orang yang ada di mauqif (padang mahsyar). Kedua: Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menghisab aibnya dan tidak menyebut aibnya tersebut.” Namun kata Al-Qadhi, sisi yang pertama lebih nampak karena adanya hadits lain.” [Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 16/360]

Hadits yang dimaksud adalah hadits dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


إِنَّ اللهَ يُدْنِي الْمُؤْمِنَ فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ وَيَسْتُرُهُ فَيَقُوْلُ: أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا، أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا؟ فَيَقُوْلُ: نَعَمْ، أَيْ رَبِّ. حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ بِذُنُوْبِهِ وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ، قَالَ: سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا، وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ. فَيُعْطِي كِتَابَ حَسَنَاتِهِ …


Sesungguhnya (di hari penghisaban nanti) Allah mendekatkan seorang mukmin, lalu Allah meletakkan tabir dan menutupi si mukmin (sehingga penghisabannya tersembunyi dari orang-orang yang hadir di mahsyar). Allah berfirman: ‘Apakah engkau mengetahui dosa ini yang pernah kau lakukan? Apakah engkau tahu dosa itu yang dulunya di dunia engkau kerjakan?’ Si mukmin menjawab: ‘Iya, hamba tahu wahai Rabbku (itu adalah dosa-dosa yang pernah hamba lakukan).’ Hingga ketika si mukmin ini telah mengakui dosa-dosanya dan dia memandang dirinya akan binasa karena dosa-dosa tersebut, Allah memberi khabar gembira padanya: ‘Ketika di dunia Aku menutupi dosa-dosamu ini, dan pada hari ini Aku ampuni dosa-dosamu itu.’ Lalu diberikanlah padanya catatan kebaikan-kebaikannya…” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]


Sumber: http://asysyariah.com

Wednesday, January 20, 2010

Pecah Kaca Pecah Gelas, Rosak Bahasa Nak Baca Pun Malas


Ust, sy cdgkan spy ut tulis artikel ttg Badi’zman Said Annursi!” email seorang pembaca kepada saya.


Sy harap ust dpt update blog ust dgn lbh krp lagi sbb hari2 sy buka n baca. Just 4 ur info!” tulis seorang pembaca di shoutbox blog saya.


Email dan komen di blog dengan bahasa (ejaan) sedemikian rupa semakin menjadi-jadi.


Malah ejaan cacat seperti itu juga diguna pakai di dalam video montaj program, pada kain rentang iklan, malah di televisyen juga! Saya terkasima melihat sebuah syarikat televisyen swasta menulis perkataan KEBANYAKAN sebagai KBNYKN di dalam ringkasan berita teksnya!


Sukar untuk saya nafikan, bahawa hati saya selalu mahu terus tertutup rapat apabila menerima email atau apa-apa pesanan seperti ini. Secara spontan saya akan skeptik untuk melayan apa sahaja permintaan yang datang dalam bahasa yang ditulis sedemikian rupa. Ia seperti mencerminkan yang penulis menulis sesedap rasa dan bukan menulis dengan minda sedar yang sedar (taqwa?)


Main hentam sahaja!


OBSES?


Abang obses sangat sebenarnya” kata isteri saya.


Tetapi ia terlalu asas. Masakan boleh dianggap obses kalau yang dituntut adalah perkara asas?” saya cuba menjustifikasikan kehendak diri.


Rasanya sudah cukup cantik begitu,” komen isteri saya.


Tak boleh. Table mesti justified!” saya membantah.


Menulis dan mengeja dengan betul dan cermat adalah sesuatu yang amat saya tekankan. Bahasa saya bukanlah bahasa tinggi, tetapi saya tidak suka berbahasa rendah, pada ejaan, ungkapan dan tulisan.


Huruf besar dan huruf kecil, ‘di’ yang didekat atau dijauhkan, adalah ‘tajwid’ asas Bahasa Melayu yang telah saya pelajari semenjak di sekolah rendah. Biar pun ada khilaf antara mazhab Profesor Emeritus Datuk Dr Nik Safiah Karim dengan yang lain, saya yakin khilaf itu tidak ada yang pergi kepada mengharuskan tunggang langgang tatabahasa dan ejaan, biar apa alasan pelakunya sekali pun.


TAJWID UNTUK SEDAR


Bagi saya, apabila seseorang itu menulis dengan cermat terhadap ejaan dan tatabahasa, dia menulis dalam keadaan ’sedar’ terhadap apa yang ditulisnya. Lebih bertanggungjawab lagi beradab. Dia sedar dia sedang berbahasa dengan menggunakan apa, dengan siapa, di dalam situasi yang bagaimana, pendek kata dia bukan menulis secara membabi buta.


Terkini, saya jadi rimas dengan tulisan-tulisan ala trengkas ini. Saya jadi sy, kenapa jadi knp, malah baik boleh dieja sebagai ba8! Jika sesekali tentu sahaja saya tidak kisah. Tetapi jika di seluruh tulisan diringkaskan, saya menjadi rimas.


Jika di SMS, ada rasionalnya. Jumlah karakter yang dihadkan untuk satu SMS, menjadikan setiap huruf itu bernilai.. Tetapi jika ia turut sama mempengaruhi tulisan biasa, saya tidak menyukainya.


Teknologi memang bagus. Kerana ICT, banyak perkara yang dahulunya sukar kini jadi mudah. Khidmat telegram pun sudah pupus kerana adanya SMS.


Tetapi banyak juga benda yang dahulunya indah, kini jadi pudar dan hambar.


PANDUAN SMS


Akhirnya Dewan Bahasa dan Pustaka selaku pemegang amanah ke atas penjagaan bahasa kita, telah menerbitkan sebuah manual panduan menggunakan ringkasan perkataan di dalam SMS. Ia suatu usaha yang harus dipuji dan saya mengalu-alukannya.


MUAT TURUN DI SINI


Tetapi setelah selesai membaca panduan tersebut, saya kira ia mungkin tidak akan dipandang sebelah mata pun oleh majoriti pengguna telefon bimbit dan khidmat sms di negara kita. Entahlah, mudah-mudahan saya tidak pesimis, tetapi saya merasakan bahasa hanya dapat dibetulkan penggunaannya selepas dibetulkan jiwa manusia yang menuturkannya.


Jika tiada rasa kasih kepada bahasa, bagaimana mungkin ada kemahuan untuk menjaga dan menghormatinya.


Siapakah yang sudi mengasihi bahasa kita, jika bahasa kita sendiri sentiasa menjadi anak tiri di sekolah hingga ke universiti? Apatah lagi perkataan bahasa kita yang popular di Parlimen hanyalah *&^*^%$%%#^!!!


Pemimpin borek, rakyat rintik!


TIDAK PANDAI BERBAHASA


Pernah saya terfikir, kenapa generasi muda hari ini tidak pandai berbahasa? Cakapnya kasar, tidak pandai mengambil hati, tulisnya keras ayatnya pedas. Hingga generasi separuh tua seperti saya ini, ramai yang bosan melayan mereka.


Mungkin ia adalah kesan sampingan teknologi. Jika dahulu, kita banyak berinteraksi dengan manusia, tetapi kini banyak yang bersifat virtual, dengan mesin tanpa jiwa dan rasa. Bercakap dengan skrin!


Maka bahasa yang ditulis semakin pudar daripada seni dan warna. Membaca tulisan pun sudah seperti ungkapan matematik tanpa perasaan.


Ahh, buang masa sahaja. Janji mesej sampai” alasan yang diberi.


Sedangkan manusia masih memiliki naluri yang sama. Suka pada keindahan bahasa, cenderung kepada pengaruh kata-kata.


Mungkin kerana itu, semakin ramai anak muda yang sesat dalam kehidupan hanya kerana terlalu mudah jatuh ke permainan kata-kata. Cukup sekadar disuntik sedikit rasa, terus rabun dari menilai yang mana intan yang mana kaca.


“cinta itu kurap, makin digaru makin sedap!”


Ayat sebusuk ini pun sudah bisa memutikkan cinta!


Anda yang memperlekehkan bahasa, akhirnya anda sendiri yang menjadi mangsa permainan kata-kata. Anda menulis bahasa kaca, akhirnya anda sendiri yang terluka.


Saya dari generasi yang berbeza, maka maafkan saya jika semua email yang ditulis dengan ejaan yang caca merba, saya bakul sampahkan sebelum habis membaca.


BAHASA BLOG


Saya sering singgah bertamu di halaman blog ramai anak muda yang hebat-hebat ilmu mereka.


Ada kalanya, saya suka mengambil manfaat daripada blog mereka kerana pelajar-pelajar di menara gading ini banyak mengenengahkan topik-topik yang hanya diperolehi oleh mereka yang duduk di dalam dunia kampus. Ia berguna untuk diri saya, juga dakwah yang saya laksanakan.


Isinya hebat, malah rujukan-rujukannya juga mantap.


Tapi sayang seribu sekali sayang, ia ditulis dengan bahasa sampah! Bukan sahaja ejaannya tidak tentu hala, malah pemilihan perkataannya juga buruk lagi merugikan.


“Benda nie kalo korang nak tahu, ulamak kiter dah bahas panjang giler kat dlm bk jar wa ta’dil. Korang tak kesian ke tgk ulamak susah2 buat kajian, pehtu korang main ckp ikut suka jer bab2 muawiyah dgn ali ni. Cb korang baca btl2 dlm bk al-awasim minal qawasim yg ibn al-arabi tulih 2. kire sume benda ader dah disebut kat c2…”


Ini adalah contoh petikan yang tidak dipetik dari mana-mana blog, tetapi saya tuliskan sendiri dalam format bahasa yang sering saya temui di blog anak-anak muda yang berilmu tetapi tidak berbahasa itu. Ungkapan bahasa yang rendah seperti ini tidak melayakkan tulisan tersebut menjadi buku, biar pun potensi isi kandungannya sangat baik. Ia suatu pembaziran.


Malah saya kira, mereka ini membaca tulisan para ilmuan Islam sekadar mengambil ilmu, tetapi tidak terkesan dengan bahasanya.


Sungguh merugikan.


Sahabat saya, Dr. Gabriele Marranci juga, semasa menyemak tesis PhD pelajarnya, pernah memberitahu saya:


“You know brother, I have sometimes to read essays in broken language, but often it ends in broken marks!”

REAKSI


Berikut adalah reaksi Puan Ainon Mohd. Sifu PTS apabila ada penulis yang menulis di dalam mailing list beliau dengan bahasa caca merba:


Gaya bahasa macam gaya bahasa saudara ini tidak digunakan dalam al-Quran, mahu pun dalam sunnah Nabi Muhammad SAW. Semua ejaan dalam Quran adalah ejaan sempurna, dan Nabi Muhammad tidak bercakap menggunakan bahasa macam bahasa budak belum matang dan rendah taraf pendidikannya.


Yang kurik itu kundi
Yang merah itu saga
Yang molek itu budi
Yang indah itu bahasa


ABU SAIF @ www.saifulislam.com
68000 AMPANG

Saturday, January 16, 2010

Lihatlah ke Bawah!


Penulis: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah

Editor: Abu Nashiruddin Dzul Riyhayn bin Abd Wahab

Dunia dengan perhiasannya demikian menyilaukan . . .

Allah subhanahu wa ta’ala pun memberikannya kepada hamba yang dicintai-Nya dan kepada hamba yang tidak dicintai-Nya, sehingga kelebihan yang diperolehi seseorang dalam perkara dunia bukan jaminan dia dicintai oleh Dzat yang di atas. Berapa banyak orang yang jahat, engkar kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam namun dia beroleh kekayaan dan kedudukan yang tinggi. Sebaliknya, banyak hamba yang taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam tidak beroleh dunia kecuali sekadarnya. Kenapa demikian? Kerana memang dunia tiada bernilai di sisi Allah subhanahu wa ta’ala sehinggakan kata Rasul yang mulia shallallahu ‘alaihi wasallam:

لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ

Seandainya dunia ini di sisi Allah punya nilai setara dengan sebelah sayap nyamuk nescaya Allah tidak akan memberi minum seorang kafir seteguk air pun.”

[HR. At-Tirmidzi, dishahihkan al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 940]

Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melewati sebuah pasar sementara sahabat-sahabat berada di sekitarnya, beliau melewati bangkai seekor anak kambing yang cacat telinganya. Beliau memegang telinga bangkai haiwan tersebut, lalu berkata:

أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنَّ هَذَا لَهُ بِدِرْهَمٍ؟ فَقَالُوا: مَا نُحِبُّ أَنَّهُ لَنَا بِشَيْءٍ وَمَا نَصْنَعُ بِهِ؟ قَالَ: أَتُحِبُّوْنَ أَنَّهُ لَكُمْ؟ قَالُوا: وَاللهِ، لَوْ كَانَ حَيًّا كَانَ عَيْبًا فِيْهِ لِأَنَّهُ أَسَكُّ فَكَيْفَ وَهُوَ مَيِّتٌ؟ فَقَالَ: فَوَاللهِ لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ

Siapa di antara kalian ingin memiliki bangkai anak kambing ini dengan membayar satu dirham?”

Kami tidak ingin memilikinya walau dengan membayar sedikit, kerana apa yang akan kami perbuat dengannya?” jawab mereka yang ditanya.

Beliau kembali mengulangi pertanyaannya, “Apakah kalian ingin bangkai anak kambing ini jadi milik kalian?”

Demi Allah, seandainya pun haiwan ini masih hidup, ia cacat, telinganya kecil, apatah lagi ia sudah menjadi bangkai!” jawab mereka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Maka demi Allah, sungguh dunia ini lebih hina bagi Allah daripada bangkai anak kambing ini bagi kalian.” [HR Muslim]

Mungkin kita termasuk orang yang mendapatkan dunia sekadarnya, tidak seperti yang diperoleh orang-orang sekitar kita, yang mungkin mempunyai rumah mewah, kereta bertukar-ganti, perabot yang mewah..., dan kedudukan yang selesa . Kekurangan yang ada pada kita dari sisi lain seharusnya tidak perlu membuat dada kita sempit sehingga kita berburuk sangka kepada Allah yang Maha Adil. Rasul yang mulia shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberi bimbingan dalam perkara dunia kita. Beliau bertitah:

انظروا إلى من هو أسفل منكم. ولا تنظروا إلى من هو فوقكم؛ فهو أجدر أن لا تَزْدروا نعمة الله عليكم

Lihatlah kepada orang yang lebih rendah daripada kalian dan jangan melihat orang yang lebih di atas kalian. Yang demikian ini (melihat ke bawah) akan membuat kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada kalian." [HR Muslim]

Dalam satu riwayat yang lain:

إذا نظر أحدكم إلى من فضل عليه في المال والخلق فلينظر إلى من هو أسفل منه

Apabila salah seorang dari kalian melihat kepada orang yang diberi kelebihan dalam urusan harta dan rupa, maka hendaklah ia melihat orang yang lebih rendah dari dirinya.”

Hadits di atas mengajar setiap muslim agar selalu melihat ke bawah dalam perkara dunia dan jangan melihat kepada orang yang melebihinya. Kerana bila ia berbuat demikian akan membuatnya berkeluh kesah, sempit dada, dan tidak bersyukur dengan apa yang Allah subhanahu wa ta’ala berikan kepadanya. Sebaliknya dalam perkara agama/akhirat, seorang muslim harusnya melihat ke atas, kepada orang yang lebih darinya dalam beramal ketaatan, dalam kesolehan dan ketakwaan sehingga ia terpacu untuk terus menambah ketaatan dan amal ibadah. [Bahjatun Nazhirin, 1/534]

Al-Imam Ath-Thabari rahimahullahu berkata tentang hadits di atas:

Ini merupakan sebuah hadits yang mengumpulkan kebaikan. Kerana bila seorang hamba melihat orang yang di atasnya dalam kebaikan, ia menuntut jiwanya untuk turut bergabung dengan orang yang dilihatnya tersebut. Ia pun mengecilkan keadaannya ketika itu sehingga ia bersungguh-sungguh untuk menambah kebaikan. Bila dalam perkara dunianya ia melihat kepada orang yang di bawahnya, akan tampak baginya nikmat Allah subhanahu wa ta’ala yang terlimpah padanya, ia pun mengharuskan jiwanya bersyukur. Inilah makna ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di atas. Bila seseorang tidak melakukan anjuran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut maka keadaannya jadi sebaliknya. Ia terkagum-kagum dengan amalannya sehingga dia malas menambah kebaikan. Ia membukakan kedua matanya kepada dunia dan bercita-cita untuk menambahnya. Nikmat Allah subhanahu wa Ta’ala yang diperolehnya pun diremehkan dan tidak ditunaikan haknya.” [Ikmalul Mu’lim bi Fawa’id Muslim, 8/515]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan nasihat yang akan mengubati penyakit yang mungkin ada di dalam dada, maka amalkanlah! Selalulah melihat orang yang kekurangan dan lebih susah daripada kita.

Lihatlah. . . Allah subhanahu wa ta’ala telah memberikan tempat tinggal yang menaungi kita setiap harinya walau rumah yang sederhana, maka syukurilah kerana berapa banyak pengemis-pengemis di sekitar kita. Mereka terpaksa tidur di kaki lima, di bawah jembatan, dan di dalam rumah-rumah buruk . . .

Setiap harinya kita bisa makan dan minum walau hidangan yang tersaji sederhana, namun syukurilah. Lihatlah di sana … Ada orang-orang yang mengais-ngais sampah untuk mencari sesuatu yang dapat mengisi perut mereka yang lapar.

Kita diberi nikmat berupa pakaikan yang dapat menutup aurat kita dan melindungi kita dari hawa panas dan dingin, walau harganya tak seberapa. Namun lihatlah … di sana ada orang-orang yang berpakaian compang-camping kerana kemiskinannya.

Lihatlah dan tengoklah selalu kepada orang yang hidupnya lebih sulit daripada kita, dengan begitu kita dapat mensyukuri nikmat Allah subhanahu wa ta’ala yang diberikan-Nya kepada kita.

Ingatlah selalu bahawa dunia ini ibaratnya hanyalah fatamorgana, tiada berharga, maka jangan engkau terlalu berpanjang angan untuk meraihnya. Tetapi bercita-citalah untuk kehidupanmu setelah mati. Di sana ada negeri kekal menantimu…!!!

Wallahu a’lam bish-shawab.

[Sumber: Majalah Asy-Syariah No. 48/IV/1430 H/2009. Rubrik: Sakinah, Lembar untuk Wanita dan Keluarga. Kategori: Mutiara Kata. Halaman: 93 s.d. 94]

Monday, January 11, 2010

40 Nasihat Memperbaiki Rumahtangga berdasarkan al-Qur'an & al-Sunnah (Siri 2)


Bab 1: Mendirikan Rumahtangga


1)Memilih Isteri yang Tepat

Allah berfirman:

وأنكحوا الأيامى منكم والصالحين من عبادكم وإمائكم إن يكونوا فقراء يغنهم الله من فضله والله واسع عليم

Dan kahwinkanlah orang-orang yang masih bujang di kalangan kamu, dan orang-orang yang layak (berkahwin) dan hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” [An-Nur: 32]

Seseorang hendaklah memilih isteri yang solehah dengan ciri-ciri seperti berikut:


Wanita itu dinikahi karena empat perkara: hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya.
Maka hendaknya engkau utamakan wanita yang memiliki agama, (jika tidak) nescaya kedua tanganmu akan berdebu (miskin, merana).”

[Hadits riwayat al-Bukhari, lihat
Fathul Bari, 9/132] Sabdanya lagi:

ﺍﻟﺪﻨﻴﺎ ﻜﻟﻬﺎ ﻣﺗﺎﻉ ﻮﺨﻴﺮ ﻣﺗﺎﻉ ﺍﻟﺪﻨﻴﺎ ﺍﻠﻣﺮﺃﺓ ﺍﻟﺻﺎﻠﺤﺔ

Dunia semuanya adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita solehah.” [Hadits riwayat Muslim (1468), cet. Abdul Baqi; dan riwayat an-Nasa’i dari Ibnu Amr, Shahihul Jami’, hadits no.3407]

Sabdanya lagi:
Hendaklah salah seorang dari kamu memiliki hati yang bersyukur, lisan yang selalu berdzikir dan isteri yang beriman yang menolongnya dalam persoalan akhirat.”

[Hadits riwayat Ahmad (5/282), at-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Tsauban Shahihul Jami’, hadits no. 5231]

Dalam riwayat lain disebutkan: Dan isteri solehah yang menolongmu dalam persoalan dunia dan agamamu adalah sebaik-baik (harta) yang disimpan manusia.”

[Hadits riwayat AlBaihaqi dalam Asy-Syu’ab dari Abu Umamah. Lihat
Shahihul Jami’, hadits no. 4285]

Sabdanya lagi:
Kahwinilah perempuan yang penuh kasih sayang dan yang subur peranakannya. Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlah kalian di antara para nabi pada hari Kiamat.”

[Hadits riwayat Imam Ahmad (3/245), dari Anas. Dikatakan dalam Irwa ‘ul Ghalil, “Hadits ini shahih”, 6/195]

(Nikahilah) gadis-gadis, sesungguhnya mereka lebih banyak keturunannya, lebih manis tutur katanya dan lebih menerima dengan sedikit (qana’ah).”

[Hadits riwayat lbnu Majah, No.1861 dan dalam As-Silsilah Ash-Shahihah, hadits No. 623. Dalam riwayat lain disebutkan: “Lebih sedikit tipu dayanya.”]

Sebagaimana wanita solehah adalah salah satu dari empat sebab kebahagiaan maka sebaliknya wanita yang tidak solehah adalah salah satu dari empat penyebab sengsara. Seperti tersebut dalam hadits shahih:

Dan di antara kebahagiaan adalah wanita solehah, engkau memandangnya lalu engkau kagum dengannya, dan engkau pergi daripadanya tetapi engkau merasa aman dengan dirinya dan hartamu. Dan di antara kesengsaraan adalah wanita yang apabila engkau memandangnya engkau merasa enggan, lalu dia mengungkapkan kata-kata kotor kepadamu, dan jika engkau pergi daripadanya engkau tidak merasa aman atas dirinya dan hartamu.”

[Hadits riwayat Ibnu Hibban dan lainnya, dalam As-Silsilah Ash-Shahihah, hadits no. 282]

Sebaliknya, perlu memperhatikan dengan saksama keadaan orang yang meminang wanita muslimah tersebut, baru mengkabulkannya setelah memenuhi syarat-syarat seperti berikut:

Jika datang kepadamu seseorang yang engkau rela terhadap akhlak dan agamanya maka nikahkanlah, jika tidak kamu lakukan nescaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.

[Hadits riwayat Ibnu Majah 1967, dalam As-Silsilah Ash-Shahihah, hadits no. 1022]

Hal-hal di atas perlu dilakukan dengan misalnya bertanya, melakukan penelitian, mencari informasi dan sumber-sumber berita terpercaya agar tidak merusak dan menghancurkan rumahtangga yang bersangkutan. Lelaki soleh dengan wanita solehah akan mampu membangun rumah tangga yang baik, sebab negeri yang baik akan keluar tanamannya dengan izin Tuhannya, sedang negeri yang buruk tidak akan keluar tanaman daripadanya kecuali dengan susah payah.

2)Berusaha Keras Membentuk/Mendidik (Memperbaiki) Isteri.

Apabila isteri adalah wanita solehah, maka inilah kenikmatan serta anugerah yang besar dari Allah Ta’ala. Jika tidak demikian, maka menjadi kewajiban kepala rumahtangga adalah melakukan pembaikan. Hal itu boleh terjadi kerana beberapa keadaan. Misalnya, sejak awal dia memang menikah dengan wanita yang sama sekali tidak memiliki (kefahaman) agama, kerana lelaki tersebut dahulunya, memang tidak memperdulikan persoalan agama.

Atau dia menikahi wanita tersebut dengan harapan kelak dia boleh memperbaikinya, atau kerana paksaan keluarganya. Dalam keadaan seperti ini dia harus benar-benar berusaha sepenuhnya sehingga mampu melakukan pembaikan. Suami juga harus memahami dan menghayati dengan sebenar-benarnya, bahawa persoalan hidayah (petunjuk) adalah hak Allah. Allahlah yang memperbaiki. Dan di antara kurnia Allah ke atas hamba-Nya Zakaria adalah sebagaimana difirmankan:

وأصلحنا له زوجه

Dan Kami perbaiki (menjadikan) isterinya (boleh mengandung).” [Al-Anbiya’: 90]

Pembaikan itu boleh berlaku dalam bentuk pembaikan fisikal mahupun agama.

Ibnu Abbas berkata:

Dahulunya, isteri Nabi Zakaria adalah mandul, tidak boleh melahirkan (anak) maka Allah menjadikannya dia boleh melahirkan (anak).”

Atha’ berkata:

"Sebelumnya, ia adalah panjang lidah, kemudian Allah memperbaikinya”.

Beberapa Panduan Memperbaiki Isteri:

Memperhatikan dan meluruskan berbagai macam ibadahnya kepada Allah Ta’ala. Kupasan dalam masalah ini ada dalam pembahasan berikutnya. Berusaha meningkatkan keimanannya, misalnya:

· Menganjurkannya bangun malam untuk solat tahajjud.
· Membaca al-Qur’an al-Karim.
· Menghafalkan dzikir dan do’a pada waktu dan kesempatan tertentu.
· Menganjurkannya melakukan banyak sedekah.
· Membaca buku-buku Islami yang bermanfaat.
· Mendengar rakaman kaset yang bermanfaat,
baik dalam soal keimanan mahupun ilmiah dan terus.
· Berusaha menambah koleksi kaset yang sejenis.
· Memilihkan teman-teman wanita solehah baginya sehingga boleh menjalin ukhuwah yang erat,
· Saling bertukar fikiran dalam masalah-masalah agama serta saling berkunjungan untuk tujuan yang baik.
· Menjauhkannya dari segala keburukan dan pintu-pintunya.
Misalnya dengan menjauhkannya dari rakan dan tempat yang jahat.



40 Nasihat Memperbaiki Rumahtangga berdasarkan al-Qur'an & al-Sunnah (Siri 1)


40
ﻨﺻﻴﺤﺔ ﻹﺻﻼﺡ ﺍﻠﺑﯾﻮﺖ


Tajuk : 40 Nasihat Memperbaiki Rumahtangga berdasarkan al-Qur'an & al-Sunnah
Oleh : Syaikh Muhammad Soleh al-Munajjid
Editor : Abu Nashiruddin Dzul Riyhayn bin Abdul Wahab


Muqaddimah

إن الحمد لله نحمده ، و نستعينه ، ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ، ومن سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ، ومن يضلل فلا هادي له ، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له .وأ شهد أ ن محمداً عبدُه و رسولُه

Rumah adalah tempat kenikmatan/ketenangan
. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

والله جعل لكم من بيوتكم سكنا

Dan sesungguhnya Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal...” [An-Nahl: 80]

Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan kesempurnaan nikmat-Nya atas hamba-Nya, dengan apa yang Dia jadikan bagi mereka rumah-rumah yang merupakan tempat tinggal mereka. Mereka kembali kepadanya, berlindung dan memanfaatkannya dengan berbagai macam manfaat.”

Banyak sekali kegunaan rumah bagi seseorang. Ia adalah tempat makan, tidur, istirehat, dan berkumpul dengan keluarga, isteri dan anak-anak, juga tempat melakukan aktiviti yang paling peribadi/tertutup oleh ahli anggota keluarga.

Allah berfirman:

وقرن في بيوتكن ولا تبرجن تبرج الجاهلية الأولى

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu.” [Al-Ahzab: 33]

Jika kita renungkan keadaan orang-orang yang tidak memiliki rumah, yakni orang-orang yang hidup di rumah-rumah perlindungan, atau di tepi-tepi jalan serta para pelarian yang terusir di perkemahan perkemahan sementara, nescaya kita benar-benar sedar akan nikmatnya memiliki rumah/tempat. Tentu kita akan tersentuh dan sedih mendengar orang misalnya dia mengatakan: “Saya tidak punya tempat tinggal tetap, terkadang saya tidur di rumah si Fulan, terkadang di kedai kopi, kebun atau di pantai, dan aku menyimpan pakaianku di dalam kereta.”
Dengan demikian kita pun akan memahami makna kesusahan kerana tidak memiliki tempat tinggal atau rumah. Ketika Allah menyeksa orang-orang Yahudi Bani Nadhir, Allah mengambil daripada mereka nikmat rumah ini, Allah mengusir mereka dari kampung halaman mereka.

Allah berfirman:

Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara Ahli Kitab dari kampung-kampung pada saat pengusiran pertama kali.” [Al-Hasyr: 2]

Kemudian firman-Nya:

Mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang beriman. Maka ambillah (kejadian itu) untuk pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.” [Al-Hasyr: 2]

Sebab-Sebab (Mengapa) Seorang Muslim Perlu Melaksanakan Penambah-baikan di dalam Rumahnya


Menjaga diri dan keluarga dari api Neraka jahannam dan selamat dari seksa yang menyala-nyala.

Allah berfirman:

يا أيها الذين آمنوا قوا أنفسكم وأهليكم نارا وقودها الناس والحجارة عليها ملائكة غلاظ شداد لا يعصون الله ما أمرهم ويفعلون ما يؤمرون

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu-bata, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” [At-Tahrim: 6]

Besarnya tanggungjawab yang dibebankan terhadap pemimpin rumah di hadapan Allah pada Hari Perhitungan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Sesungguhnya Allah Ta’ala akan meminta pertanggung-jawaban kepada setiap pemimpin atas apa yang dipimpinnya, apakah ia menjaga kepemimpinannya atau melalaikannya, sehingga seorang lelaki ditanya tentang anggota keluarganya.”

[Hadits Hasan, diriwayatkan oleh An-Nasa’i dalam Isyratun Nisaa’, hadits no.292 dan Ibnu Hibban dari Anas dalam Shahihul Jami’, no.1775; As-Silsilah Ash-Shahihah no.1636]

Rumah adalah tempat menjaga diri dan keselamatan dari berbagai kejahatan dan menolak dari bahaya manusia lain; rumah adalah tempat perlindungan ketika terjadi fitnah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Beruntunglah orang yang menguasai lisannya dan lapang rumahnya serta menangis atas kesalahannya.”

[Hadits Hasan, diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Ausath dari Tsauban dan terdapat dalam Shahihul Jami’, no.3824]

Dan baginda bersabda:

Lima perkara yang barangsiapa mengerjakan salah satu daripadanya maka ia akan mendapat jaminan dari Allah. Iaitu : orang yang menjenguk orang sakit, orang yang pergi berperang, atau orang yang masuk kepada pemimpinnya dengan maksud menegurnya atau mengingatkannya, atau dia duduk di rumahnya sehingga orang-orang selamat dari (ganggguan)nya dan ia selamat dari (gangguan) mereka."

[Hadits riwayat Ahmad (5/241)]

Dan baginda bersabda:

Keselamatan seseorang dalam fitnah iaitu dia sentiasa mendiami rumahnya.”

[Hadits Hasan, diriwayatkan oleh Ad-Dailami dalam Musnadul Firdaus dari Abu Musa; terdapat dalam Shahihul Jami’ no.3543, dan lafazh dalam Sunan oleh Ibnu Abi ‘Ashim, no.1021. Dalam takhrij ia mengatakan: “Hadits ini shahih."]

Orang muslim akan merasakan faedah ini ketika ia dalam keadaan terasing, saat dia tidak mampu mengubah kemungkaran-kemungkaran yang ada, maka dia memiliki tempat berlindung ketika kembali ke rumahnya. Rumah itu akan menjaga dirinya dari perbuatan dan pandangan yang dilarang, menjaga isterinya dari tabarruj (mempamerkan kecantikan dan hiasan) serta menjaga anak-anaknya dari teman-teman yang jahat.

• Sesungguhnya sebahagian besar manusia menggunakan waktunya di dalam rumah, terutama pada musim panas dan dingin yang menyengat, pada musim hujan, permulaan dan akhir siang, ketika selesai dari kerja atau sekolah, kerana waktu-waktu tersebut semestinya digunakan dalam
ketaatan, jika tidak tentu akan habis untuk melakukan hal-hal yang dilarang.

• Ini yang terpenting, bahawa memberikan perhatian terhadap rumah merupakan cara yang paling berkesan untuk membangun masyarakat muslim. Kerana sebuah masyarakat ini terdiri dari rumah-rumah.

Rumah-rumah adalah unsur dasar suatu masyarakat. Rumah-rumah itu membentuk suatu perkampungan dan perkampungan-perkampungan itu adalah masyarakat. Jika unsur dasarnya baik, nescaya akan kuatlah masyarakat kita dengan hukum-hukum Allah, tegar dalam menghadapi musuh-musuh Allah, memancarkan kebaikan dan tidak menimbulkan kejahatan. Dari sebuah rumah yang Islami akan lahir tunjang-tunjang pembaikan dalam masyarakat, berupa pendakwah-pendakwah yang teladan, penuntut ilmu, mujahid yang sesungguhnya, isteri yang solehah, ibu yang penyayang dan lain-lain jenis pembaharu.

Jika sedemikian penting permasalahan tersebut, sementara rumah-rumah kita penuh dengan kemungkaran dan kelalaian, meremehkan dan melampaui batas, maka dari sini timbul tanda tanya besar:

"Apakah Cara-Cara Untuk Memperbaiki Rumahtangga Muslim?"

Kepada para pembaca, penulis memberikan jawabannya, nasihat-nasihat dalam persoalan ini, mudah-mudahan Allah memberi manfaat kepada kita dengannya, dan mudah-mudahan Allah mengarahkan semangat putera-puteri Islam untuk membawa risalah (tugas) perbaikan rumah Islami dari awal. Nasihat ini (ditulis) bertujuankan dengan dua faktor, (iaitu) memperoleh maslahat (kebaikan) yakni dengan (melaksanakan) amar ma’ruf atau mencegah kerosakan yakni menghilangkan kemungkaran. Semoga bermanfaat.


P/S: Bersambung....

Thursday, January 7, 2010

Ceramah Perdana: Prof. Dr. Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin 'Abbad al-Badr



Hadirlah ke Tabligh Akbar bersama Prof. Dr. Syaikh 'Abdurrozzaq B. 'Abdul Muhsin al-'Abbad al-Badr. Beliau adalah Pensyarah (Tenaga Pengajar Pasca Sarjana) Di Fakulti 'Aqidah & Usuluddin Universiti Islam Madinah. Terbuka kepada umum, sama-ada individu, keluarga, para penuntut ilmu, atau para pendidik.

Tarikh:
17 January 2010 (01 Safar 1431H) / Ahad

Waktu:
9pagi-waktu Zuhur.

Tempat:
Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat.

Tajuk:
Sebab-sebab Datangnya Kebahagiaan...


Siaran Live (Audio):

Insya Allah, kajian ini juga boleh didengarkan secara langsung melalui Radio Rodja 756 am atau radio streamingnya (http://live.radiorodja.com).


Thursday, December 31, 2009

Solat Gerhana Bulan & Matahari



Oleh:
Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul

Editor (ke Bahasa Malaysia): Abu Nashiruddin Dzul Riyhayn b. Abd Wahab

Solat
kusuf (gerhana bulan) dan khusuf (gerhana matahari) merupakan sunnah mua’kkad. Disunatkan bagi orang muslim untuk mengerjakannya. Hal itu berdasarkan pada dalil berikut ini.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia bercerita bahawa pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terjadinya gerhana matahari, lalu beliau mengerjakan solat bersama para sahabah. Maka baginda berdiri dan memanjangkan waktu berdiri, lalu baginda ruku' dan memanjangkannya. Kemudian baginda berdiri dan memanjangkannya –berdiri yang kedua ini tidak selama berdiri pertama-. Setelah itu, baginda ruku' dan memanjangkan ruku', ruku'-nya ini lebih pendek dari ruku pertama. Selanjutnya, baginda sujud dan memanjangkannya. Kemudian baginda mengerjakan pada raka'at kedua seperti apa yang beliau kerjakan pada raka'at pertama. Setelah itu, baginda berbalik sedang matahari telah muncul. Lalu baginda memberikan khutbah kepada para sahabah. Baginda memanjatkan pujian dan sanjungan kepada Allah. Dan setelah itu, baginda bersabda.


Ertinya: "Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua (tanda) dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak terjadi gerhana kerana kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh kerana itu, jika kalian melihat hal tersebut maka hendaklah kalian berdo’a kepada Allah, bertakbir, solat dan bersedekah”. Setelah itu, beliau bersabda : “Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang yang lebih cemburu dari Allah jika hambaNya, laki-laki atau perempuan berzina. Wahai umat Muhammad, seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” [Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani][1]

Dapat saya katakan, dari dalil yang terkandung dalam hadits di atas, bahawa perintah mengerjakan solat itu diikuti dengan perintah untuk bertakbir, berdo’a, dan bersedekah. Dan tidak ada seorangpun yang mewajibkan bersedekah, bertakbir dan berdo’a pada saat terjadi gerhana. Dengan demikian, menurut kesepakatan ijma’ bahawa perintah tersebut bersifat sunat. Demikian juga dengan perintah untuk mengerjakan solat yang diikuti dengannya.[2] Wallaahul Muwaffiq.


Sifat & Jumlah Raka'at Solat Kusuf

Pertama: Tidak Ada Adzan Dan Iqamah Untuk Shalat Kusuf

Para ulama' telah bersepakat untuk tidak mengumandangkan adzan dan iqomah bagi solat kusuf[3]. Dan yang disunnahkan[4] menyerukan untuknya “Ash-Shalaatu Jaami’ah”.

Yang menjadi hujah bagi hal tersebut adalah apa yang ditegaskan dari Abdullah bin Amr radhiyallahuma, dia bercerita:

Ketika terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, diserukan: Innash Shalaata Jaami’ah.”[Diriwayatkan oleh asy-Syaikhani][5]


Kedua: Jumlah Raka’at Solat Kusuf


Solat gerhana itu dikerjakan dua raka'at dengan dua ruku’ pada setiap raka'at. Yang menjadi dalil hal tersebut adalah hadits A'isyah radhiyallahu ‘anha yang telah kami sampaikan sebelumnya. Dan juga hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia bercerita:

“Pernah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka baginda pun berdiri dengan waktu yang panjang sepanjang bacaan surah al-Baqarah. Kemudian beliau ruku' dengan ruku' yang cukup panjang, lalu baginda bangkit dan berdiri dalam waktu yang lama juga -tetapi lebih pendek dari berdiri pertama-. Kemudian baginda ruku' dengan ruku' yang lama– ruku' yang lebih pendek dari ruku' pertama-. Setelah itu, beliau sujud. Kemudian baginda berdiri dalam waktu yang lama –tetapi lebih pendek dari berdiri pertama. Selanjutnya, baginda ruku' dengan ruku' yang lama- ruku' yang lebih pendek dari ruku' pertama. Setelah itu, baginda sujud. Kemudian baginda berbalik, sedang matahari telah muncul. Maka baginda bersabda.


Ertinya: "Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana kerana kematian seseorang dan tidak juga kerana kehidupan seseorang. Oleh kerana itu, jika kalian melihat hal tersebut, maka berdzikirlah kepada Allah.”

Para sahabah bertanya: “Wahai Rasulullah, kami melihatmu mengambil sesuatu di tempat berdirimu, kemudian kami melihatmu mundur ke belakang”.

Baginda bersabda.


Ertinya: "Sesungguhnya aku melihat Syurga, maka aku berusaha mengambil setandan (buah-buahan). Seandainya aku berhasil meraihnya, nescaya kalian akan dapat memakannya selama dunia ini masih ada. Dan aku juga melihat Neraka, aku sama sekali tidak pernah melihat pemandangan yang lebih menyeramkan dari pemandangan hari ini. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah wanita.” Para sahabat bertanya, “Kerana apa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Kerana kekufuran mereka”. Ada yang bertanya “Apakah mereka kufur kepada Allah?”.

Baginda menjawab:


Ertinya: "Mereka kufur kepada keluarganya (suaminya), dan kufur terhadap kebaikan (tidak berterima kasih). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka sepanjang waktu, lalu dia melihat sesuatu (kesalahan) darimu, nescaya dia akan mengatakan: “Aku tidak pernah melihat kebaikan sedikitpun darimu.” [Diriwayatkan oleh Aasy-Syaikhani][6]


Kesimpulan

Di dalam hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha dan Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma di atas terdapat dalil yang menunjukkan disunatkan berkhutbah dalam solat kusuf, yang disampaikan setelah solat.[7]


Ketiga: Menjaharkan Bacaan Dalam Shalat Kusuf

Bacaan dalam solat kusuf dibaca dengan jahr (suara keras@kuat), sebagaimana yang dikerjakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari A'isyah radhiyallahu ‘anha:

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjaharkan bacaannya dalam solat kusuf. Jika selesai dari bacaannya, baginda pun bertakbir dan ruku'. Dan jika dia bangkit ruku', maka baginda berucap : “Sami Allaahu liman Hamidah. Rabbana lakal hamdu”. Kemudian baginda kembali mengulang bacaan dalam solat kusuf. Empat ruku' dalam dua rakaat dan empat sujud.” [Diriwayatkan oleh asy-Syaikhani][8]


at-Tirmidizi rahimahullah mengatakan: “Para ulama telah berbeza pendapat mengenai bacaan di dalam solat kusuf. Sebagian ulama berpendapat supaya dibaca perlahan (sirr, dengan suara tidak terdengar) dalam solat kusuf pada waktu siang hari. Sebagian lainnya berpendapat supaya menjaharkan bacaan dalam solat kusuf pada siang hari. Sebagaimana halnya dengan solat ‘Idul Fithi dan 'Idul Adha serta solat Jum’at. Pendapat itulah yang dikemukakan oleh Malik, Ahmad dan Ishaq. Mereka berpendapat menjaharkan bacaan pada shalat tersebut. Asy-Syafi’i mengatakan : Bacaan tidak dibaca Jahr dalam solat sunat."[9]

Dengan ini saya katakan bahawa apa yang sesuai dengan hadits, itulah yang dijadikan sandaran.[10] Wabillahi Taufiq
.

Keempat : Solat Kusuf Dikerjakan Berjama'ah Di Masjid.

Yang sunat dikerjakan pada solat kusuf adalah mengerjakannya di masjid. Hal tersebut didasarkan pada beberapa hal berikut ini.

[1] Disyariatkannya seruan di dalam solat kusuf, iaitu dengan “Ash-Shalaatu Jaami’ah
[2] Apa yang disebutkan bahawa sebahagian sahabah mengerjakan solat kusuf ini dengan berjama’ah di masjid.[11]
[3] Isyarat yang diberikan oleh kedua riwayat di atas dari hadits Ai'syah dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan solat gerhana itu secara berjama’ah di masjid. Bahkan dalam sebuah riwayat hadits A'isyah di atas, dia bercerita,

Pada masa hidup Rasulullah pernah terjadi gerhana matahari, lalu beliau pergi ke masjid, kemudian baginda berdiri dan bertakbir, dan orang-orang pun membuat barisan di belakang beliau." [12]


Kelima: Jika Seseorang Tertinggal Mengerjakan Satu dari Dua Ruku' Dalam Satu Raka’at.


Solat kusuf ini terdiri dari dua raka'at, masing-masing raka'at terdiri dari dua ruku' dan dua sujud. Dengan demikian, secara keseluruhan, solat kusuf ini terdiri dari empat ruku' dan empat sujud di dalam dua raka'at.


Barangsiapa mendapatkan ruku' kedua dari raka'at pertama, berarti dia telah kehilangan berdiri, bacaan, dan satu ruku'. Dan berdasarkan hal tersebut, bererti dia belum mengerjakan satu dari dua raka'at solat kusuf, sehingga raka'at tersebut tidak dianggap telah dikerjakan. Berdasarkan hal tersebut, setelah imam selesai mengucapkan salam, maka hendaklah dia mengerjakan satu rakaat lagi dengan dua ruku', sebagaimana yang ditegaskan di dalam hadits-hadits shahih. Wallahu a’lam.

Yang menjadi dalil baginya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.


Ertinya: "Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang bukan atas perintah kami, maka dia akan ditolak.” [Muttaffaq ‘alaihi][13]


Dan bukan dari perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, solat satu raka'at saja dari solat kusuf dengan satu ruku'. Wallahu ‘alam

Solat Gerhana Bulan Sama (Caranya) Dengan Solat Gerhana Matahari


Solat gerhana bulan dikerjakan sama seperti solat gerhana matahari. Hal tersebut didasarkan pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.


Ertinya: Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua (tanda) dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana kerana kematian seseorang dan tidak juga kerana kehidupan seseorang. Oleh kerana itu, jika kalian melihat hal tersebut maka hendaklah kalian berdo’a kepada Allah, bertakbir, solat dan bersedekah”.[14]

Dapat saya katakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah pernah mengerjakan solat gerhana matahari dan beliau menyuruh kita untuk melakukan hal yang sama ketika terjadi gerhana bulan. Dan hal itu sudah sangat jelas lagi terang. Wallahu ‘alam


Ibnu Mundzir mengatakan: “Solat gerhana bulan dikerjakan sama seperti solat gerhana matahari.”[15]

[Disalin dari kitab Bughyatul Mutathawwi Fii Shalaatit Tathawwu, Edisi Indonesia Meneladani Shalat-Shalat Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Penulis Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i]

_________

Fote Note


[1] Hadits shahih. Diriwayatkan oleh al-Baihaqi di beberapa tempat, yang diantaranya di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Ash-Shadaqah fil Kusuuf (hadits no. 1044). Dan redaksi di atas adalah miliknya. Dan juga Muslim di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Shalaatul Kusuuf (hadits no. 901).
[2] Lihat sekitar Dalalaatul Itqiraan, bila waktu muncul, bila muncul kelemahannya, dan bila pula keduanya sama. Badaa’iul Fawaa’id (IV/183-184)
[3] Fathul Baari (II/533) dan Masuu’atul Ijmaa (I/696)
[4]. Syarhul Umdah, karya Ibnu Daqiqil Ied (II/135-136). Dan juga kitab Fathul Baari (II/533).

[5]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari di beberapa tempat, yang di antaranya di dalam Kitaabul Kusuuf, bab An-Nidaa bish Shalaati Jaami’ah fil Kusuuf (hadits no. 1045). Dan lafaz di atas adalah miliknya. Dan juga diriwayatkan oleh Muslim di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Dzikrun Nidaa bi Shalaatil Kusuuf : Ash-Shalaatu Jaami’ah, (hadits no. 910). Lihat Jaami’ul Ushuul (VI/178).

[6] Hadits shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari di beberapa tempat, yang diantaranya di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Shalaatil Kusuuf Jama’atan, (hadits no. 1052), dan lafazh di atas adalah miliknya. Dan juga diriwayatkan oleh Muslim di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Maa ‘Aradha Alan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam fii Shalaatil Kusuuf min Amril Jannah wan Naar, (hadits no. 907). Dan lihat kitab. Jaami’ul Ushuul (VI/173).

[7] Dan termasuk terjemahan al-Bukhari di dalam (Kitaabul Kusuuf, bab Khuthbatul Imam fil Kusuuf), A'isyah dan Asma radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhutbah…” Selanjutnya, dia menyebut hadits A'isyah di atas, Fathul Baari (II/533-534).
[8] Hadits shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari di beberapa tempat, di antaranya di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Al-Jahr bil Qiraa’ah fil Kusuuf, (hadits no. 1065) dan lafaz di atas adalah miliknya. Dan juga diriwayatkan oleh Muslim di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Shalaatul Kusuuf, (hadits no. 901). Lihat Jaami’ul Ushuul (VI/156). Takhrij hadits ini telah diberikan sebelumnya, tanpa memberi isyarat kepada riwayat ini.
[9] Sunan at-Tirmidzi (II/448 –tahqiq Ahmad Syakir).

[10] Lihat ungkapan asy-Syafi’i dan dalilnya di dalam kitab Al-Umm (I/243). Juga pembahasan dalil-dalilnya serta penolakan terhadapnya di dalam kitab, Fathul Baari (II/550).

[11] Dari terjemahan al-Bukhari di dalam kitab Shahihnya, bab Shalaatul Kusuuf Jamaa’atan. Dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menjadi imam untuk solat mereka di pelataran zam-zam. Ali bin Abdullah bin Abbas mengumpulkan (orang-orang). Dan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma pun solat …”. Kemudian dengan sanadnya dia menyebut hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma terdahulu.


Pendapat yang mensyari'atkan solat kusuf dengan berjama’ah adalah pendapat jumhur. Sekalipun imam tetap tidak hadir, maka sebagian mereka boleh menjadi imam atas sebagian lainnya. Lihat kitab Fathul Baari (II/539-540).
[12] Dari terjemah al-Bukhari di dalam kitab Shahihnya, bab: Shalatul Kusuuf fil Masjid. Di dalamnya disebutkan hadits A'isyah radhiyallahu ‘anha di atas dengan riwayat yang di dalamnya terdapat ucapannya: “Kemudian pada suatu pagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menaiki kendaraan, lalu terjadilah gerhana matahari. Kemudian beliau pulang kembali pada waktu Dhuha, maka beliau pun berjalan di antara rumah-rumah isteri beliau….: (hadits no. 1056).


Di dalam kitab Fathul Baari (II/544), ketika mengomentari hadits ini, Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan: “Tidak ada pernyataan jelas yang menyebutkan bahwa solat kusuf ini dikerjakan di masjid, tetapi hal tersebut disimpulkan dari perkataan A'isyah : “Lalu beliau berjalan di dekat rumah-rumah para isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memang bersebelahan dengan masjid. Dan solat kusuf di masjid ini telah dinyatakan secara terang dalam sebuah riwayat Sulaiman bin Bilal, dari Yahya bin Sa’id, dari Umrah yang ada pada Muslim (saya katakan: “Hadits no. 903)

Dan lafaznya adalah seperti berikut: ”Kemudian aku keluar di antara para wanita di depan rumah isteri-isteri Nabi di masjid. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dan turun dari binatang tunggangannya hingga akhirnya sampai ke tempat shalat yang beliau mengerjakan shalat di sana”.


Saya katakan, dan yang lebih jelas dari itu adalah apa yang terdapat dalam hadits A'isyah terdahulu, yang ada pada Muslim, pada no. 901 A'isyah radhiyallahu ‘anha berkata:

Pada masa hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari, lalu beliau pergi ke masjid, kemudian beliau berdiri dan bertakbir, dan orang-orang pun membuat barisan di belakang beliau...

[13] Hadits shahih. Diriwayatlkan oleh al-Bukhari sebagai kata pembuka dengan lafaz ini di dalam Kitaabul Buyuu’, bab An-Najasy, Fathul Baari (IV/355). Dan diriwayatkan secara bersambungan di dalam Kitabush Shulh, bab Idzaa Ishtalahu ‘alaa Shulhi Juurin fa Shulhu Marduud, dengan lafaz: “Barangsiapa membuat suatu hal yang baru dalam perintah kami ini, yang bukan darinya, maka dia tertolak”. Dan diriwayatkan oleh Muslim di dalam Kitaabul Uqdhiyah, bab Naqdhul Ahkaam Al-Baathilah wa Raddu Muhdatsaatil Umuur, (hadits no. 1718). Dan lihat juga kitab, Jaami’ul Ushuul (I/289).
[14] Takhrijnya sudah diberikan sebelumnya, dimana ia merupakan bahagian dari hadits A'isyah mengenai solat kusuf yang disebutkan di awal pembahasan.

[15] Al-Iqnaa, karya Ibnul Mundzir (I/124-125)

Template by - Abdul Munir | Daya Earth Blogger Template